Bogor: Nama, Pohon Kawung, dan Sebuah Filosofi Hidup
![]() |
Sumber: masuksini.com |
BOGOR - Kita mengenal Bogor sebagai Kota Hujan, tempat kabut pagi turun seperti selimut dan udara sejuk menyapa sejak fajar. Tapi ada satu pertanyaan klasik yang mungkin belum semua orang tahu jawabannya, dari mana nama “Bogor” berasal?
Bukan dari bahasa Belanda, bukan pula dari nama tokoh atau kerajaan. Sejarah mencatat, salah satu teori paling kuat menyebut bahwa kata “Bogor” berasal dari istilah Sunda “Bokor.” Bukan wadah logam berbentuk bulat seperti yang dikenal di beberapa daerah, melainkan bagian dari tunggul pohon Kawung sejenis pohon enau yang dulunya tumbuh luas di wilayah ini.
Masyarakat tempo dulu mengenal bokor sebagai bagian bawah batang pohon Kawung yang sering digunakan sebagai kayu bakar. Uniknya, tunggul ini menghasilkan api kecil namun tahan lama. Dari sinilah muncul filosofi lokal yang begitu kuat: seperti bokor, masyarakat Bogor dikenal tenang, tidak meledak-ledak, namun konsisten dan tahan banting. Mereka tidak membakar dengan kobaran besar, tapi tetap hangat sepanjang waktu.
Filosofi ini bukan sekadar kiasan. Ia tercermin dalam keseharian warga dari cara bicara yang lembut, gaya hidup yang tidak berlebihan, hingga kecintaan pada suasana alam yang tenang. Bogor, sejak awal, bukan kota yang dibentuk oleh kecepatan atau gemerlap. Ia tumbuh dari akar yang kuat, pelan, tapi pasti. Mungkin inilah alasan mengapa kota ini begitu mudah dicintai.
Jejak nama Kawung pun masih tertinggal hingga kini. Lihat saja beberapa daerah yang masih menyimpan “kawung” dalam penamaannya Cikawung, Bantar Kawung, Kawung Luwuk. Sebuah bukti bahwa pohon ini pernah menjadi bagian penting dari lanskap dan kehidupan masyarakat Bogor.
Memasuki masa kolonial, Bogor sempat diganti nama menjadi Buitenzorg oleh pemerintah Belanda. Artinya: “tanpa kekhawatiran.” Julukan ini diberikan karena Bogor dianggap sebagai tempat peristirahatan ideal jauh dari hiruk-pikuk Batavia, tenang, dan berhawa sejuk. Tapi nama asing itu perlahan memudar seiring dengan semangat kemerdekaan. Dan nama asli, Bogor, kembali menguat.
Kini, nama itu bukan hanya penanda lokasi geografis. Ia adalah lambang dari akar, ketahanan, dan cara hidup. Sebuah kota yang dibentuk oleh harmoni antara manusia dan alam, antara sejarah dan masa kini.
Jadi, saat berjalan di bawah rindangnya pohon-pohon tua di Kebun Raya, atau sekadar menyeruput kopi panas sambil menyaksikan hujan sore di Taman Sempur, ingatlah bahwa Bogor bukan sekedar kota. Ia adalah cerita panjang tentang filosofi hidup yang membumi, membara perlahan, namun tak pernah padam.
Komentar
Posting Komentar